Yayan Andesta
221010250456
Fakultas Hukum, Universitas Pamulang
“Urgensi Reformasi Hukum Agraria untuk Keadilan dan Kesejahteraan Rakyat”
Hukum agraria di Indonesia memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan kepemilikan, pemanfaatan, dan pengelolaan sumber daya alam, khususnya tanah. Sebagai negara dengan penduduk mayoritas yang hidup dari sektor agraris, tanah merupakan aset vital bagi kesejahteraan masyarakat. Sayangnya, selama beberapa dekade, kebijakan agraria di Indonesia kerap menghadapi tantangan yang serius, mulai dari ketimpangan kepemilikan tanah hingga konflik agraria yang terus berulang. Di sinilah urgensi reformasi hukum agraria menjadi semakin mendesak untuk menciptakan keadilan dan kesejahteraan yang merata.
Salah satu payung hukum utama yang mengatur agraria di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). UU ini secara eksplisit menyatakan bahwa tanah, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. UUPA bertujuan untuk menciptakan keadilan agraria, membatasi kepemilikan tanah yang berlebihan, serta mencegah monopoli tanah oleh sekelompok kecil masyarakat atau korporasi.
Namun, implementasi dari semangat UUPA selama bertahun-tahun kerap tidak berjalan sesuai harapan. Banyak kebijakan yang malah membuka jalan bagi penguasaan tanah secara masif oleh korporasi besar, terutama di sektor perkebunan, pertambangan, dan properti. Ketimpangan kepemilikan tanah semakin terlihat dengan luasnya area yang dikuasai oleh segelintir elit, sementara petani kecil dan masyarakat adat yang hidup bergantung pada tanah justru seringkali terpinggirkan. Fenomena ini berakibat pada meningkatnya konflik agraria, ketidakpastian hukum, serta ketidakadilan dalam pengelolaan sumber daya alam.
Reformasi hukum agraria harus dilakukan secara komprehensif dengan memperkuat UUPA 1960 dan memastikan bahwa pelaksanaan undang-undang tersebut lebih berpihak kepada masyarakat yang paling membutuhkan. Salah satu caranya adalah dengan mendorong redistribusi tanah melalui program reforma agraria yang dijalankan dengan baik. Program ini tidak boleh hanya menjadi jargon politik semata, melainkan harus diwujudkan dalam bentuk kebijakan yang benar-benar mampu mendistribusikan tanah secara merata kepada petani kecil, nelayan, dan masyarakat adat yang selama ini terpinggirkan.
Selain itu, pembaruan sistem administrasi pertanahan yang transparan juga menjadi bagian penting dari reformasi ini. Kebijakan yang terkait dengan perizinan pemanfaatan lahan, terutama untuk industri besar, harus dikaji ulang agar tidak menimbulkan konflik antara kepentingan masyarakat dan kepentingan modal. Pemerintah harus memperketat pengawasan dan menindak tegas praktik-praktik korupsi yang sering kali terjadi dalam perizinan lahan, yang berdampak langsung pada masyarakat kecil.
Tidak hanya dari segi redistribusi tanah, reformasi agraria juga harus mencakup perlindungan hak-hak masyarakat adat dan petani kecil atas tanah mereka. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 yang mengakui hak masyarakat adat atas tanah ulayat merupakan langkah maju yang harus didukung dengan kebijakan yang lebih konkret dan implementasi di lapangan. Tanah adat yang sering kali menjadi sumber penghidupan masyarakat adat harus dilindungi dari ancaman pengambilalihan oleh pihak luar.
Lebih jauh lagi, pemerintah perlu memperkuat mekanisme penyelesaian konflik agraria yang berlarut-larut. Banyak konflik pertanahan yang terjadi antara masyarakat dengan korporasi atau pemerintah daerah berujung pada kekerasan dan penggusuran paksa. Reformasi hukum agraria harus memasukkan mekanisme penyelesaian konflik yang adil dan berpihak pada rakyat kecil, serta memastikan bahwa hak-hak mereka tidak terabaikan.
Reformasi hukum agraria juga merupakan bagian tak terpisahkan dari upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat. Ketika akses terhadap tanah dapat diberikan secara adil, masyarakat memiliki kesempatan untuk mengelola sumber daya alam dengan lebih produktif, meningkatkan ketahanan pangan, dan mengurangi kemiskinan. Tanah tidak hanya menjadi aset ekonomi, tetapi juga alat pemberdayaan yang mendorong pembangunan berkelanjutan di pedesaan.
Dengan demikian, urgensi reformasi hukum agraria tidak dapat ditunda lagi. Melalui penguatan kebijakan yang adil dan berpihak kepada rakyat kecil, pemerintah dapat mendorong terciptanya kesejahteraan yang lebih merata, mengurangi konflik agraria, dan menjamin bahwa sumber daya alam Indonesia dikelola untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, sesuai dengan amanat konstitusi dan UUPA 1960. Hanya dengan reformasi yang sungguh-sungguh, cita-cita keadilan sosial dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia dapat terwujud.